Kesepian
Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku..
Satu tahun sudah aku tidak bertemu denganmu. Tidak lama memang, tapi aku sungguh sedang mengharapkan kehadiranmu. Sudah lama ku mengenalmu, tapi sungguh aku jauh tidak mengenal diriku terhadapmu jika rasa ini muncul. Aku merindukan senyummu, aku merindukan segala tentangmu.
Tiga tahun yang lalu, saat sebuah keputusan tak terduga harus ku terima aku tau ini semua akan terjadi. Aku tau rasa seperti ini akan muncul dan mengganggu nyenyaknya tidurku, akan membuatku berharap dan terus berharap. Dia, lelaki yang bisa membuatku terlalu dini untuk mengambil keputusan. Aku putuskan menunggunya kembali dengan menyajikanku cinta seutuhnya.
“Suatu saat nanti, aku akan kembali dan akan terus berada di dekatmu. Percayalah denganku.” Ucapan tiga tahun lalu masih terekam jelas di benakku. Senyum dan tatapan matanya membuatku percaya, bahwa ia akan menepati janjinya. Fakhri, ia memutuskan untuk bekerja di pulau sebrang dan meninggalkanku saat aku sudah sangat mencintainya.
Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku..
menghadapi kemerdekaan tanpa cinta,
Lama ku jalani hubungan ini, kebahagiaan selalu muncul di sela rasa rinduku terhadapnya.
“Apa kau sudah yakin denganku, Ri?” tanyaku. Aku menggenggam handphoneku erat. Aku takut jawabannya tidak sesuai dengan yang ku harapkan. Di sebrang, Fakhri tidak menjawabku, “Fakhri?”
“Ya, hm, tadi tanya apa?” Fakhri bertanya kepadaku.
“Apa kamu sudah yakin denganku?” aku mengulanginya,
“Maksudmu?” Fakhri belum sepenuhnya mengerti. Aku tidak menjawab, aku memberinya kesempatan untuk mendalami lebih jauh pertanyaanku. Lama Fakhri terdiam, akupun begitu. Aku yakin Fakhri mengerti maksudku.
“Aku tau kau cerdas, pertanyaan singkat itu akan begitu mudah kamu jawab.” Aku memancingnya. Aku mengenal Fakhri, dia seorang yang memiliki komitmen yang kuat dalam menjalani berbagai hal, tidak terkecuali hubunganku dengannya, tapi aku hanya butuh sebuah keyakinan.
“Dari awal sudah ku katakan, aku yakin dengan semua keputusanku. Jangan terus kau mengulangi pertanyaan ini.” Jawabnya. Sejujurnya, jawaban ini tidak sesuai dengan harapanku. Walaupun begitu, aku tetap mempercayai Fakhri sudah yakin akan diriku.
Kau tak akan mengerti bagaimana lukaku,
karena cinta tlah menyembunyikan pisaunya, “Lupakan aku.” Itu kalimat terakhir yang ku ingat. Dua jam yang lalu, saat Fakhri berusaha membunuh cinta dan rasa cintaku padanya. Aku menekan nomor hp Fakhri, aku harus menghubunginya dan menanyakan mengapa ia begitu saja memintaku untuk melupakannya.
“Fakhri,” aku memanggilnya saat suara yang sudah sangat ku kenal mengangkat telponku, “kenapa? Aku, aku salah apa?” tanyaku bergetar. Lagi-lagi Fakhri terdiam. Aku telah berusaha menelaah kekeliruan yang telah ku lakukan kepadanya.
“Kau tau, rasa cintamu membuatku sesak.” Jawabnya.
“Maksudmu?”
“Aku tau, kau sangat mencintaiku, kau memintaku untuk memberikan rasaku seperti yang kau mau. Pernahkah kau berfikir dan mengizinkanku untuk memberikan rasa cintaku dengan caraku sendiri?” Fakhri menaikan suaranya. Aku terdiam, dadaku sesak mendengarnya, “kau tau, aku di sini berusaha untukmu. Aku butuh waktu untuk merintis semua tanpa ada kekangan darimu.”
Aku mulai mengerti. Selama ini aku memang terlalu cemburu akan waktu pekerjaannya yang berlebihan. Amarah selalu muncul saat ia sibuk dengan pekerjaannya dan melupakanku di sini.
“Lupakan aku. Aku tidak bisa menjalani cinta dengan genggaman erat yang menyakitkan seperti ini Tiara.”
“Tuuuut…” Fakhri mematikan teleponnya. Ia meningalkanku dengan rasa hancur yang teramat dalam.
Membayangkan wajahmu adalah siksa,
kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan, Aku merindukan suaramu Fakhri. Aku merindukan ucapanmu saat emosiku meningkat. Dulu, rasa ini begitu indah, namun entah mengapa aku begitu sakit membayangkan wajahmu kali ini. Haruskah aku terus menangis seperti ini? Atau, haruskan aku benar-benar melupakanmu seperti yang ku pinta?
“Beri aku satu kesempatan untuk memperbaiki semuanya, Fakhri…” satu pesan singkat ku kirimkan ke nomronya. Tidak ada balasan. Aku tetap menunggunya. Perasaan cinta ini, sudah ku yakinkan untuknya.
“Yakinkian dulu dirimu untuk mencintaiku dengan tulus. Yakinkan hatimu bahwa aku mencintaimu dengan caraku.” Sebuah pesan balasan dari Fakhri masuk. Aku menangis membacanya, menyadari betapa egoisnya diriku selama ini.
Engkau telah menjadi racun bagi darahku,
Apabila aku dalam kangen dan sepi, itulah berarti
Aku tungku tanpa Api…©
Kini, aku akan memperbaiki semua perasaanku terhadapnya. Hubungan ini, hubungan yang ku jalani bersamanya bukan sebuah hubungan semu. Tidak akan ku biarkan keegosianku meracuni rasa cintaku padanya. Aku yakin, Fkhri masih memiliki perasaan yang sama sepertiku, hanya saja ia memberiku kesempatan untukku memperbaiki semua.
“Fakhri, sungguh, aku tanpamu bagai tungku tanpa api.."
Comments
Post a Comment