Misteri Bulatan Kecil Di Gunung Iya

Memang benar, semakin banyak menjelajah, semakin banyak yang dapat dilihat. Di satu sisi akan merasa semakin banyak pengetahuan yang diperoleh, tetapi di sisi lain, ternyata semakin banyak hal yang kita tidak memahaminya. Pengetahuan yang didapat di sekolah hingga bangku kuliah, belum seberapa dibandingkan dengan kekayaan alam ini. Itulah yang akan selalu kita dapatkan jika kita terus membaca tanda-tanda Yang Maha Kuasa melalui fenomena di alam, dan kita rasanya semakin bodoh.
Ketidaktahuan itu mencuat ketika kaki saya menapaki dinding kawah Gunung Iya +641 m dpl (dari GPS) di Ende, Flores. Di antara ketakjuban memperhatikan dinding dalam kawah yang vertikal sedalam hampir 500 m dengan asap solfatara di dindingnya, mata saya pun terpana pada sedimen gunung api tempat pijakan kaki saya. Di sana, lapisan-lapisan dengan butiran-butiran membulat berwarna kemerahan tersebar luas mengikuti bidang perlapisannya, dan terulang dalam beberapa lapisan. Apakah ini?

Butiran membulat sempurna ini umumnya berukuran 3 – 5 mm, rapuh, permukaan berwarna kemerah-merahan atau coklat muda, dan di dalamnya berupa abu halus berwarna abu-abu. Terdapat kecenderungan membentuk tekstur perlapisan bersusun (graded bedding) yang menghalus ke atas. Dengan mengamati bahan bagian dalamnya, saat itu saya menduga butiran-butiran membulat (sferikal) ini pasti berasosiasi dengan abu gunung api. Namun, bagaimana kejadiannya bisa membentuk bulatan-bulatan seperti itu?

Fahma Tafwilda, ahli geologi muda teman perjalanan, tadinya menduga tersedimentasikan secara traksi, ada faktor air yang mengalir. Namun ketika mengamati lingkungan pengendapannya yang berada di puncak gunung api, saya lebih menduga tidak seperti itu. Pikiran saya berkaitan dengan abu gunung api yang jatuh bergulung-gulung dan entah bagaimana kemudian membulat-bulat seperti itu.
Akhirnya pencarian Fahma di internet tertambat di situs Badan Survei Geologi Amerika USGS: http://volcanoes.usgs.gov/images/pglossary/AccretLap.php. yang memperlihatkan dua foto dari endapan gunung api di Kilauea, Hawaii dan memperlihatkan bulatan-bultan misterius yang sama seperti didapatkan di Gunung Iya. Namanya accretionary lapilli: suatu bola-bola tefra membulat berdiameter antara 2 dan 64 mm dengan kandungan partikel-partikel halus abu, dan terbentuk pada awan atau kolom erupsi yang mengandung kelembapan atau gaya-gaya elektrostatis.
Penjelajahan di dunia maya lebih lanjut sampai di buku-google (books.google.co.id/books: Geological Survey Bulletin Issues 991-994). Fenomena itu ternyata telah diamati sejak tahun 1913 oleh Perret (Perret, F.H., 1913, Some Kilauean Ejectmenta, Am. Jour. Sci. 4th Ser. V.35 p. 611-638) di gunung api Hawaii dan awalnya disebut “volcanic pisolites” mengacu pada butiran membulat berukuran 3 – 10 mm itu. Namun kemudian istilah accretionary lapilli diusulkan oleh Wentworth dan Williams (1932 hal. 37: Wentworth, C.K. and Williams, H., 1932, The classification and terminology of volcanic rocks, Natl. Research Council Bull. 89 p. 19 – 53) dengan alasan istilah “pisolite” tidak berhubungan dengan keragaman aktivitas gunung api dan karena penggunaan istilah itu tidak mapan dipakai. Accretionary lapilli (selanjutnya kita sebut lapili akresi) terbentuk oleh adanya butir-butir hujan yang jatuh pada udara yang jenuh abu, dan juga akibat bergulungnya inti-inti basah di atas permukaan yang tertutup oleh abu segar (Macdonald, G.A., 1949a Petrography of the island of Hawaii, USGS Prof. Paper 214-D hal. 51-96).
Literatur yang relatif terbaru dari R. Schumacher dan H.U. Schmincke (1995) dalam Bulletin of Volcanology Vol. 56, Number 8 (1995), 626-639, DOI: 10.1007/BF00301467  (http://www.springerlink.com/content/h3245j636p377457/) yang melakukan pemodelan dengan percobaan di terowongan angin menunjukkan bahwa ikatan antara partikel abu awalnya terjadi gaya kohesi untuk membentuk lapili akresi konsentris, disebabkan terutama oleh gaya kapiler antar cairan pada kelembaban tinggi, dan oleh daya tarik elektrostatik. Lapili akresi terbentuk di awan abu yang bergolak turbulen ketika partikel membawa lapisan-lapisan tipis cairan dalam kelembapan tinggi bertabrakan satu sama lain, dan ketika gaya-gaya ikatan melebihi kekuatan gaya-gaya lepasan (dispersif) butiran.
Fenomena yang sama dengan di Mars?
Foto-foto yang diambil dari wahana tanpa awak rover Opportunity yang mendarat di Mars juga memperlihatkan fenomena yang tadinya disebut sebagai “blueberry” tapi berikutnya disebut “kirkwood spherules.” Penampakannya sangat persis dengan ukuran butir yang juga serupa. Silakan kunjungi http://www.geo.mtu.edu/~ajdurant/mars_acclaps.htm. yang salah satu fotonya adalah membandingkan antara apa yang ditemukan di Mars dan di Hawaii, sebagai berikut:

Hingga 21 September 2012 dalam majalah online sci.news.com (http://www.sci-news.com/space/article00604.html) para ahli NASA dikabarkan masih kebingungan dengan fenomena tersebut. Jadi mungkinkah di Mars ada aktivitas letusan gunung api yang menghasilkan abu dan bergulung-gulung dalam kelebapan udara tinggi atau hujan? Ataukah abu tersebut hasil hantaman meteorit ke permukaan Mars yang juga sama-sama menghasilkan abu?
Beberapa literatur memang menyebutkan terbentuknya lapili akresi juga dapat terjadi akibat benturan meteorit ke permukaan Bumi, misalnya seperti yang ditulis oleh Rebecca Wragg Sykes pada 3 Oktober 2012 di blognya (http://blogs.scientificamerican.com/guest-blog/2012/10/03/time-is-not-made-to-flow-in-vain-eternity-and-apocalypse-in-assynt-and-mars/).

Satu hal yang jelas, unsur air – sedikitnya kondisi udara yang lembap – adalah faktor penting dalam pembentukan lapili akresi. Pengamatan di Gunung Iya telah membuka wawasan baru tentang fenomena alam yang sebenarnya telah lama diamati, tetapi kadang-kadang luput dari perhatian

Comments

Popular Posts